Selasa, 18 Januari 2011

Membangun Kemandirian

Rasulullah bersabda, “Sungguh, seseorang dari kalian mengambil talinya lalu membawa seikat kayu bakar di atas punggungnya kemudian ia menjualnya sehingga dengannya Allah menjaga kehormatannya, itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada manusia, mereka memberinya atau tidak memberinya.” (Shahih Bukhari, no. 1471, 2075)

Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya untuk berusaha hidup mandiri. Tidak bergantung kepada manusia, apalagi sampai menjadi pengemis. Menjadi tukang kayu, kuli atau pedagang asongan jauh lebih baik daripada menengadahkan tangan memohon belas kasihan orang. Dan jauh lebih baik lagi bila kita bisa membangun usaha baru yang banyak menyerap tenaga kerja. Krisis ekonomi yang berkepanjangan bukanlah alasan untuk menyerah. Kita harus tetap optimis, bahwa rejeki dari Allah itu tidak pernah berhenti. 

Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS. 67:15)

Ajaran Islam mengajak kita untuk berusaha dan bekerja, juga memperingatkan kita untuk menjauhi sikap putus asa dan rasa malas. Bahkan Ustad Yusuf Qaradhawi mengatakan: Diamnya orang yang mampu bekerja adalah haram. Setiap muslim tidak halal bermalas-malas bekerja untuk mencari rezeki dengan dalih karena sibuk beribadah atau tawakkal kepada Allah, sebab langit ini tidak akan mencurahkan hujan emas dan perak.

Tidak halal juga seorang muslim hanya menggantungkan dirinya kepada sedekah orang, padahal dia masih mampu berusaha untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri, keluarga serta tanggungannya.

"Sedekah tidak halal buat orang kaya dan orang yang masih mempunyai kekuatan dengan sempurna." (HR. Tarmizi)

Dan yang sangat ditentang oleh Nabi Muhammad SAW, serta diharamkannya terhadap diri seorang muslim, yaitu meminta-minta kepada orang lain dengan mencucurkan keringatnya. Hal mana dapat menurunkan harga diri dan karamahnya padahal dia bukan terpaksa harus minta-minta.

“Seseorang senantiasa meminta-minta kepada manusia hingga ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya.” (HR. Bukhori, Muslim)

Nabi SAW menghapuskan semua pikiran yang menganggap hina terhadap orang yang bekerja, bahkan beliau mengajar sahabat-sahabatnya untuk menjaga harga diri dengan bekerja apapun yang mungkin, serta dipandang rendah orang yang hanya menggantungkan dirinya kepada bantuan orang lain. 

Mulai saat ini bangunlah, ucapkan bismillah kemudian berjalan, bergerak, berpikir, ikhtiar semampu kita. Jemputlah rejeki dan stop jadi pengemis. Setiap muslim diharuskan bekerja, baik dengan jalan bercocok-tanam, berdagang, mendirikan pabrik, pekerjaan apapun atau menjadi pegawai, selama pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak dilakukan dengan jalan haram, atau membantu perbuatan haram atau bersekutu dengan haram.

Sebagai seornag muslim kita punya mata pedang untuk berusaha berjuang menggapai rejeki. Dua mata pedang tersebut, yaitu ikhtiar yang sungguh-sungguh dalam memperoleh rejeki dan mata pedang lainnya adalah kekuatan doa dan amal ibadah. Kedua mata pedang tersebut saling menguatkan, kedua mata pedang tersebut menambah kekuatan keyakinan hamba atas kekuasaan Yang Maha Kuasa. Logika bisnis dan usaha kadang-kala menjadi terbalik, bahkan hasil yang di raih pun seringkali ilmu matematika ataupun indikator ekonomi tak mampu menjangkau.

“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS 35:2)

Jangan Anda berpikir bahwa kondisi kemiskinan yang menimpa adalah suratan takdir.  Kelemahan dan kepapaan yang ada adalah alasan untuk berhenti berusaha. Yang menjadi permasalahan bukan pada kemiskinan tersebut. Bukan pada kelemahan dan kepapaan tersebut. Tapi pada apakah kita akan tetap bergerak dan berkikhtiar atau hanya diam. Yang dituntut bukan apakah usaha itu akan berhasil atau tidak. Bukan pula keharusan menjadi kaya raya dan sukses. Tapi keisitiqomahan. Keistiqomahan kita untuk terus berjuang. Untuk terus ikhtiar. Ini yang menjadi kewajiban. Ini yang menjadi tuntutan. 

Maka, yang menjadi dosa dan salah bukanlah kefakiran itu sendiri. Bukan kelemahan dan kepapaan itu sendiri. Tapi manakala kita diam dan berhenti, manakala kita memilih untuk menyerah dan putus asa. Inilah kerendahaan yang sesungguhnya. Kehinaan, dosa dan kesalahan yang harus dijauhi. 

Allah dan semua mahluk-Nya akan melihat proses kita, saudaraku. Proses, proses dan proses. Ikhtiar, ikhtiar dan ikhtiar. Kegagalan itu adalah keniscayaan. Tanyalah! Siapa orang yang tidak pernah mengalami kegagalan. Semua orang pasti pernah mengalami kegagalan. Nah, kalau yang sudah ikhtiar mati-matian saja masih gagal. Apalah lagi yang hanya berdiam diri. Dia akan terus terkungkung dalam kebergantungan pada orang lain. Semakin lama semakin hina. 

Jika Anda sadar, tentu saja tidak ingin terus-terusan berada dalam kehinaan. Mulailah dan bertahanlah dalam membangun kemandirian. Rasakan betapa makan dari hasil sendiri jauh lebih nikmat daripada makan karena diberi orang lain. Rasakan betapa lebih barokah makan hasil keringat sendiri dari pada makan karena meminta-minta.

Oleh Rahmat HM




Tidak ada komentar:

Posting Komentar