“Kepadaku diperlihatkan semua penghuni surga, ternyata yang aku saksikan kebanyakan penghuni surga itu adalah orang-orang miskin, dan kebanyakan penghuni neraka itu orang-orang kaya.” (Hadist)
Apa yang Anda pikirkan setelah membaca hadist Nabi SAW di atas? Jika Anda adalah orang kaya apakah terbersit ketakutan Anda hidup dalam kekayaan karena jumlah orang kaya lebih banyak di neraka? Sehingga kemungkinan besar Anda termasuk dalam golongan yang menghuni tempat paling buruk itu. Atau Anda berpikir untuk hidup miskin saja agar lebih mudah, agar Anda punya kemungkinan lebih besar untuk menjadi penghuni surga karena yang masuk surga nanti kebanyakan orang miskin?
Tulisan ini bukan bermaksud mendiskreditkan orang-orang kaya. Sekali lagi bukan. Bukan pula karena saya hidup dalam kemiskinan sehingga muncul sifat tendensius terhadap orang kaya. Saya mengawali hadist di atas karena saya ingin menunjukan betapa orang miskin pun ternyata punya harapan. Bahwa ternyata orang miskin sangat diperhatikan dalam ajaran Islam. Harapan itulah yang harus kita bangun. Harapan yang saya maksud disini adalah cita-cita, niat yang kuat disertai ikhtiar untuk menggapai tempat terbaik di akhirat, yaitu surga.
Begitupun jika Anda kaya. Sangat baik jika Anda iri. Iri dalam hal kebaikan itu sangat dianjurkan. Iri dalam berlomba menggapai surga itu memunculkan banyak hal positif. Iri kepada mereka yang papa dan tidak punya apa-apa alias miskin tapi ternyata orang-orang miskin lebih mudah dan lebih banyak masuk surga ketimbang orang kaya. Sehingga jika Anda kaya, maka jangan berbangga dengan kekayaan harta di dunia. Karena bisa jadi, harta tersebutlah yang menghambat jalan ke surga. Atau setidaknya harta tersebut menjadi sebab merasakan neraka di dunia. Neraka dunia yang bisa jadi berupa ketidaktenangan karena terus-terusan memikirkan keamanan harta yang Anda miliki. Atau munculnya keresahan jiwa disebabkan selalu merasa tidak cukup dengan yang dimiliki. Selalu iri hati melihat orang lain yang lebih mempunyai sesuatu yang lebih banyak dibanding Anda. Atau permasalahan ‘njlimet disebabkan anak-anak atau orang-orang dekat yang saling berperang merebutkan harta Anda. Lebih-lebih nanti merasakan siksa neraka akhirat yang jauh lebih dahsyat dengan bahan bakar harta yang Anda tumpuk. Naudzubillahimindzalik! Semoga Allah melindungi kita dari siksa dan kesusahan di dunia dan akhirat.
Jadi apapun dan bagaimanapun kondisi kita saat ini. Miskinkah atau kayakah? Semuanya punya peluang yang sama untuk menggapai surga. Yang terpenting kita bisa memahami peluang itu. Kita bisa mengambil hikmah, mengambil pelajaran yang semakin membuat kita paham dan mengerti apa hal terbaik yang bisa kita lakukan untuk menggapai keridhoan Allah dalam indahnya surga. Maka, apakah yang bisa kita pelajari dan pahami dari sebuah kemiskinan dalam konteks merebut surga dan keridhoan Allah?
Mari sekilas kita membayangkan kisah berabad silam di masa Rasulullah SAW masih menghembuskan nafasnya. Saat beliau masih duduk dan bercengkrama dengan orang-orang miskin. Saat suatu ketika Aisyah ra, istri Nabi SAW, meminta wasiat kepadanya.
Aisyah pernah bertanya kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, aku ingin dekat dengan Allah, bagaimana caranya?”
Nabi SAW bersabda, “Dekatilah orang-orang miskin, nanti kamu akan dekat dengan Allah, dekatilah orang-orang kecil.”
Nabi kita Muhammad SAW memang dikenal lebih suka berkumpul bersama dengan orang-orang miskin. Jika ingin mencari Rasulullah jangan mencarinya di tempat orang-orang kaya karena sudah dipastikan tidak akan ketemu. “Khudzuni fi dhu’afaikum!” Temuilah aku di tempat orang-orang papa (miskin), kata Rasulullah. Jika Anda masih hidup sejaman dengan beliau, carilah dia di tengah-tengah orang miskin, karena tidak ada tempat yang paling dicintai Rasulullah SAW, selain tempat-tempat orang miskin, rakyat jelata.
Bahkan Sang Purnama Kehidupan itu berani berdoa, “Allahuma ‘ahyini miskinan...,” Ya Allah hidupkanlah aku di tengah-tengah orang miskin, wafatkanlah aku di tengah-tengah orang miskin, dan bangkitkanlah aku di hari kiamat bersama orang-orang miskin juga.
Adakah diantara kita yang hidup di jaman ini yang berani berdoa seperti itu? Rasanya sulit. Dan saya sendiri mengakui dengan jujur tak pernah sekalipun berani berdoa seperti doa Rasulullah di atas. Rasanya terlalu besar ketakutan dalam hati ini untuk bisa hidup dalam jurang kemiskinan meskipun sejak dulu saya dan keluarga sudah hidup dalam kemiskinan.
Rasulullah meneruskan kembali wasiatnya untuk Aisyah. Wasiat inilah yang merupakan hadist rujukan yang saya tulis di awal. Nabi SAW bersabda, “Kepadaku diperlihatkan semua penghuni surga, ternyata yang aku saksikan kebanyakan penghuni surga itu adalah orang-orang miskin, dan kebanyakan penghuni neraka itu orang-orang kaya.”
Ada kisah yang menurut saya sangat unik dan menakjubkan. Rasulullah pernah mencium tangan lelaki miskin yang kerjanya mencari nafkah hanya dengan cara membelah batu. Saya katakan unik dan menakjubkan karena sewajarnya orang-orang biasalah yang berebut mencium tangan Nabi SAW manusia mulia pilihan utusan Allah. Karena siapa yang pernah bersentuhan dengan kulit Nabi SAW akan diharamkan dari api neraka. Tapi kali ini justru Nabi Muhammad manusia yang berakhlak paling mulia itulah yang mencium tangan orang biasa.
Saat itu hari masih terang. Sinar matahari masih memancar di tanah Madinah. Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya baru pulang dari suatu peperangan. Semua orang di Madinah menyambut kepulangan Nabi SAW. Semua orang berebut menyalami dan mencium tangan Nabi SAW. Hingga datanglah seorang lelaki bertampang lusuh dan berpakaian sangat sederhana. Dari penampilannya orang sudah bisa menebak ia dari kalangan ekonomi rendah. Lelaki miskin tersebut hendak berusaha menyalami dan mencium tangan Nabi SAW. Tapi Nabi SAW tidak menerimanya. Sempat wajah lelaki miskin itu berubah kecut karena kecewa. Akan tetapi kemudian, Nabi SAW mengambil tangan lelaki tersebut dengan erat dan mesra lalu mencium tangan lelaki miskin tersebut. Pancaran sinar kebahagiaan berbinar dari wajah lelaki itu. Sepasang matanya hampir berkaca-kaca karena bangganya terhadap perlakuan Rasulullah pada dirinya.
Ketika bersentuhan tangan dengan orang itu, Nabi SAW merasakan tangannya sangat kasar sekali. Rasulullah meraba dan mengelus telapak tangan si lelaki biasa itu. Kemudian Nabi SAW bertanya, “Kenapa tanganmu kasar sekali?”
Ada sedikit perasaan tidak enak tentunya bagi si lelaki karena harus menyalami tangan Nabi SAW dengan kondisi telapak tangannya yang kasar. Sambil menahan haru karena bahagia bisa bercengkrama dengan Nabiullah, lelaki itu menjawab, “Ya Rasulullah, kerjaan saya ini setiap hari membelah batu, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah kepada keluarga saya, karena itulah tangan saya kasar.”
Mendengar lelaki miskin itu bercerita tentang dirinya, bagaimanakah sikap Nabi Muhammad SAW manusia paling mulia, utusan Allah yang mempunyai akhlak paling agung, tak ada yang bisa menandingi keluhuran budi pekerti beliau itu? Nabi Muhammad SAW berkali-kali menciumi tangan si lelaki miskin yang tak punya gelar dan posisi tinggi tersebut. Bahkan sesekali Nabi Muhammad SAW mengeluskan tangan kasar si lelaki ke wajahnya.
Sambil tersenyum dan menatap si lelaki dengan tatapan penuh kasih sayang kemudian Nabi SAW berkata, “Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada.” Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka selama-lamanya.
Kerja keras, banting tulang, peras keringat, berpeluh debu dan panas hingga kulit-kulit kita terkelupas dan melepuh disebabkan mencari nafkah merupakan hal yang sangat dicintai Nabi SAW. Saking cintanya, beliau rela menyalami dan mencium kulit orang yang kasar karena berjuang mencari nafkah. Kabar gembira pun terlontar dari lidah Nabi SAW, “Tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka selama-lamanya.”
Apa yang Anda pikirkan setelah membaca hadist Nabi SAW di atas? Jika Anda adalah orang kaya apakah terbersit ketakutan Anda hidup dalam kekayaan karena jumlah orang kaya lebih banyak di neraka? Sehingga kemungkinan besar Anda termasuk dalam golongan yang menghuni tempat paling buruk itu. Atau Anda berpikir untuk hidup miskin saja agar lebih mudah, agar Anda punya kemungkinan lebih besar untuk menjadi penghuni surga karena yang masuk surga nanti kebanyakan orang miskin?
Tulisan ini bukan bermaksud mendiskreditkan orang-orang kaya. Sekali lagi bukan. Bukan pula karena saya hidup dalam kemiskinan sehingga muncul sifat tendensius terhadap orang kaya. Saya mengawali hadist di atas karena saya ingin menunjukan betapa orang miskin pun ternyata punya harapan. Bahwa ternyata orang miskin sangat diperhatikan dalam ajaran Islam. Harapan itulah yang harus kita bangun. Harapan yang saya maksud disini adalah cita-cita, niat yang kuat disertai ikhtiar untuk menggapai tempat terbaik di akhirat, yaitu surga.
Begitupun jika Anda kaya. Sangat baik jika Anda iri. Iri dalam hal kebaikan itu sangat dianjurkan. Iri dalam berlomba menggapai surga itu memunculkan banyak hal positif. Iri kepada mereka yang papa dan tidak punya apa-apa alias miskin tapi ternyata orang-orang miskin lebih mudah dan lebih banyak masuk surga ketimbang orang kaya. Sehingga jika Anda kaya, maka jangan berbangga dengan kekayaan harta di dunia. Karena bisa jadi, harta tersebutlah yang menghambat jalan ke surga. Atau setidaknya harta tersebut menjadi sebab merasakan neraka di dunia. Neraka dunia yang bisa jadi berupa ketidaktenangan karena terus-terusan memikirkan keamanan harta yang Anda miliki. Atau munculnya keresahan jiwa disebabkan selalu merasa tidak cukup dengan yang dimiliki. Selalu iri hati melihat orang lain yang lebih mempunyai sesuatu yang lebih banyak dibanding Anda. Atau permasalahan ‘njlimet disebabkan anak-anak atau orang-orang dekat yang saling berperang merebutkan harta Anda. Lebih-lebih nanti merasakan siksa neraka akhirat yang jauh lebih dahsyat dengan bahan bakar harta yang Anda tumpuk. Naudzubillahimindzalik! Semoga Allah melindungi kita dari siksa dan kesusahan di dunia dan akhirat.
Jadi apapun dan bagaimanapun kondisi kita saat ini. Miskinkah atau kayakah? Semuanya punya peluang yang sama untuk menggapai surga. Yang terpenting kita bisa memahami peluang itu. Kita bisa mengambil hikmah, mengambil pelajaran yang semakin membuat kita paham dan mengerti apa hal terbaik yang bisa kita lakukan untuk menggapai keridhoan Allah dalam indahnya surga. Maka, apakah yang bisa kita pelajari dan pahami dari sebuah kemiskinan dalam konteks merebut surga dan keridhoan Allah?
Mari sekilas kita membayangkan kisah berabad silam di masa Rasulullah SAW masih menghembuskan nafasnya. Saat beliau masih duduk dan bercengkrama dengan orang-orang miskin. Saat suatu ketika Aisyah ra, istri Nabi SAW, meminta wasiat kepadanya.
Aisyah pernah bertanya kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, aku ingin dekat dengan Allah, bagaimana caranya?”
Nabi SAW bersabda, “Dekatilah orang-orang miskin, nanti kamu akan dekat dengan Allah, dekatilah orang-orang kecil.”
Nabi kita Muhammad SAW memang dikenal lebih suka berkumpul bersama dengan orang-orang miskin. Jika ingin mencari Rasulullah jangan mencarinya di tempat orang-orang kaya karena sudah dipastikan tidak akan ketemu. “Khudzuni fi dhu’afaikum!” Temuilah aku di tempat orang-orang papa (miskin), kata Rasulullah. Jika Anda masih hidup sejaman dengan beliau, carilah dia di tengah-tengah orang miskin, karena tidak ada tempat yang paling dicintai Rasulullah SAW, selain tempat-tempat orang miskin, rakyat jelata.
Bahkan Sang Purnama Kehidupan itu berani berdoa, “Allahuma ‘ahyini miskinan...,” Ya Allah hidupkanlah aku di tengah-tengah orang miskin, wafatkanlah aku di tengah-tengah orang miskin, dan bangkitkanlah aku di hari kiamat bersama orang-orang miskin juga.
Adakah diantara kita yang hidup di jaman ini yang berani berdoa seperti itu? Rasanya sulit. Dan saya sendiri mengakui dengan jujur tak pernah sekalipun berani berdoa seperti doa Rasulullah di atas. Rasanya terlalu besar ketakutan dalam hati ini untuk bisa hidup dalam jurang kemiskinan meskipun sejak dulu saya dan keluarga sudah hidup dalam kemiskinan.
Rasulullah meneruskan kembali wasiatnya untuk Aisyah. Wasiat inilah yang merupakan hadist rujukan yang saya tulis di awal. Nabi SAW bersabda, “Kepadaku diperlihatkan semua penghuni surga, ternyata yang aku saksikan kebanyakan penghuni surga itu adalah orang-orang miskin, dan kebanyakan penghuni neraka itu orang-orang kaya.”
Ada kisah yang menurut saya sangat unik dan menakjubkan. Rasulullah pernah mencium tangan lelaki miskin yang kerjanya mencari nafkah hanya dengan cara membelah batu. Saya katakan unik dan menakjubkan karena sewajarnya orang-orang biasalah yang berebut mencium tangan Nabi SAW manusia mulia pilihan utusan Allah. Karena siapa yang pernah bersentuhan dengan kulit Nabi SAW akan diharamkan dari api neraka. Tapi kali ini justru Nabi Muhammad manusia yang berakhlak paling mulia itulah yang mencium tangan orang biasa.
Saat itu hari masih terang. Sinar matahari masih memancar di tanah Madinah. Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya baru pulang dari suatu peperangan. Semua orang di Madinah menyambut kepulangan Nabi SAW. Semua orang berebut menyalami dan mencium tangan Nabi SAW. Hingga datanglah seorang lelaki bertampang lusuh dan berpakaian sangat sederhana. Dari penampilannya orang sudah bisa menebak ia dari kalangan ekonomi rendah. Lelaki miskin tersebut hendak berusaha menyalami dan mencium tangan Nabi SAW. Tapi Nabi SAW tidak menerimanya. Sempat wajah lelaki miskin itu berubah kecut karena kecewa. Akan tetapi kemudian, Nabi SAW mengambil tangan lelaki tersebut dengan erat dan mesra lalu mencium tangan lelaki miskin tersebut. Pancaran sinar kebahagiaan berbinar dari wajah lelaki itu. Sepasang matanya hampir berkaca-kaca karena bangganya terhadap perlakuan Rasulullah pada dirinya.
Ketika bersentuhan tangan dengan orang itu, Nabi SAW merasakan tangannya sangat kasar sekali. Rasulullah meraba dan mengelus telapak tangan si lelaki biasa itu. Kemudian Nabi SAW bertanya, “Kenapa tanganmu kasar sekali?”
Ada sedikit perasaan tidak enak tentunya bagi si lelaki karena harus menyalami tangan Nabi SAW dengan kondisi telapak tangannya yang kasar. Sambil menahan haru karena bahagia bisa bercengkrama dengan Nabiullah, lelaki itu menjawab, “Ya Rasulullah, kerjaan saya ini setiap hari membelah batu, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah kepada keluarga saya, karena itulah tangan saya kasar.”
Mendengar lelaki miskin itu bercerita tentang dirinya, bagaimanakah sikap Nabi Muhammad SAW manusia paling mulia, utusan Allah yang mempunyai akhlak paling agung, tak ada yang bisa menandingi keluhuran budi pekerti beliau itu? Nabi Muhammad SAW berkali-kali menciumi tangan si lelaki miskin yang tak punya gelar dan posisi tinggi tersebut. Bahkan sesekali Nabi Muhammad SAW mengeluskan tangan kasar si lelaki ke wajahnya.
Sambil tersenyum dan menatap si lelaki dengan tatapan penuh kasih sayang kemudian Nabi SAW berkata, “Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada.” Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka selama-lamanya.
Kerja keras, banting tulang, peras keringat, berpeluh debu dan panas hingga kulit-kulit kita terkelupas dan melepuh disebabkan mencari nafkah merupakan hal yang sangat dicintai Nabi SAW. Saking cintanya, beliau rela menyalami dan mencium kulit orang yang kasar karena berjuang mencari nafkah. Kabar gembira pun terlontar dari lidah Nabi SAW, “Tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka selama-lamanya.”
Itulah tangan yang senantiasa digunakan untuk bekerja, mencari nafkah untuk menghidupi diri dan keluarga. Itulah kulit yang dicintai Nabi SAW, kulit yang menghitam terbakar matahari, bukan kulit yang memutih karena takut tersengat panas. Tangan yang dicintai Nabi SAW adalah tangan yang kasar menjadi keras (kapalan), kulit yang melepuh karena mencari nafkah meraih rejeki. Bukan tangan yang lembut, yang berkali-kali membuka ayat-ayat Al-Qur’an tapi membiarkan keluarganya kelaparan. Bukan pula tangan yang hanya sekali tanda tangan ratusan juta rupiah bisa cair.
Rasulullah melihat perjuangannya bukan pada apa yang dimiliki dan dihasilkan, bukan pada kaya atau miskinnya. Orang yang makan dari keringat sendiri jauh lebih disenangi Allah dan Rasulullah. Orang yang bekerja keras dan bersusah payah mencari nafkah jauh lebih dicintai Allah dan Rasulullah meskipun akhirnya hanya mendapat beberapa puluh ribu rupiah saja dan hanya cukup untuk makan sehari, daripada orang yang bisa mendapatkan jutaan rupiah tapi dengan cara yang sangat mudah, tinggal minta orang tua misalnya.
Mari kita contoh bagaimana orang-orang miskin di jaman Rasulullah juga selalu bersemangat dalam berlomba meraih kemuliaan akhirat, mencari keridhoan Allah, menggapai surga. Suatu hari beberapa orang miskin datang berdemonstrasi ke hadapan Rasulullah. Mereka iri dengan orang kaya yang dengan kekayaan bisa mendapatkan pahala karena bisa bersedekah.
Orang-orang miskin itu bertanya, “Wahai Rasulullah, kami melihat orang-orang kaya itu lebih enak, mereka bisa bersedekah dan mendapatkan pahala yang banyak dengan sedekahnya. Tapi bagaimana dengan kami yang miskin? Kami tidak punya apa-apa untuk disedekahkan.”
Rasulullah menjawab, “Bacalah oleh kalian ‘subhanallah walhamdulillah wallahu akbar’ itu sama nilainya dengan sedekah orang kaya.”
Orang miskin bertanya lagi, “Akan tetapi Ya Rasulullah, orang kaya itu juga bisa berdzikir seperti itu.”
Lalu Nabi Muhammad SAW bersabda, “Ada diantara dosa-dosa yang tidak bisa ditebus oleh apapun kecuali dengan sulitnya mencari nafkah yang halal. Ada dosa yang tidak ditebus dengan ratusan pergi haji, dan ada dosa yang tidak bisa ditebus kecuali dengan membaca dzikir itu, dan ada dosa yang tidak bisa ditebus dengan setinggi gunung emas sekali pun. Dan dosa itu hanya bisa ditebus dengan kesengsaraan dalam mencari nafkah yang halal, sulitnya mencari uang, itulah yang akan menjadi penghapus terhadap dosa-dosa.”
Dalam kesempatan lain Rasulullah juga pernah berkata, “Orang miskin lebih cepat masuk surga ketimbang orang kaya.”
Sekali lagi tulisan ini bukan untuk mendiskreditkan orang kaya. Dan bukan pula maksud saya menagnjurkan agar kita semua menjadi miskin agar bisa masuk surga. Sekali lagi bukan. Tapi inilah tujuan hidup kita. Berpikir untuk meraih kehidupan mulia di akhirat. Bekerja dan terus bekerja selama kita msih kekuatan untuk bekerja. Bekerja untuk mencari nafkah dan dilandasi niat bahwa semua yang kita lakukan untuk mendapat keridhoan Allah.
Surga menanti setiap orang yang tak pernah menyerah dan tak kenal henti untuk terus bekerja. Tak memandang apakah Anda orang miskin atau orang kaya. Jangan jadikan kemiskinan sebagai alasan untuk berhenti dan menyerah. Tak ada kata putus asa, jika Anda memahami bahwa hidup ini hanya sementara dan akhiratlah yang kekal. Mungkinkah kitalah orang yang sedang dinantikan dan dirindukan surga? Saya berdoa semoga memang kitalah orangnya. Aamiin.
Rahmat HM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar